JAKARTA, Beritapojok.com – Tersangka kasus pinjaman online (Pinjol) Ilegal, Mr. L, seorang warga negara asing asal China dan 2 orang tersangka lainnya, yakni DS (penagih) dan AR (supervisor) yang merupakan warga negara Indonesia, ditangkap polisi di kantor mereka, di kawasan Mal Pluit Village Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat (20/12/2019) lalu.
Keberadaan WNA asal China menjadi tersangka dalam kasus Pinjol Ilegal di Pluit ini, sempat menjadi pemberitaan. Namun Pengamat Fintech Indonesia yang juga menjabat Wakil Direktur Eksekutif di Rights Asia, Arisakti Prihatwono menyatakan, sebenarnya “dalam beberapa tahun terakhir, kita dan dunia fintech Indonesia sudah memahami bahwa market fintech khususnya Peer to Peer Lending di China itu crash,”.
“Artinya apa? Artinya ada duit yang banyak, hot money itu masuk ke Indonesia dan itu duit ‘nggak bener’,” jelas Arisakti.
Kondisi crash-nya Peer to Peer Lending di China itu, lanjut Arisakti, menjadikan banyak pinjaman-pinjaman online bermunculan di Indonesia. “Dan itu tidak terdeteksi dan tidak diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 77 (P-OJK) nomor 77,”.
“Nah memang kelemahan dari rezim peraturan ini adalah, OJK tidak mampu mengatur atau mengawasi itu,” kata Dia.
Menjawab kelemahan peraturan yang ada itu, Arisakti memungkasi, “DPR sebagai perwakilan rakyat, harus mampu menjawab persoalan ini dengan mengusulkan sebuah RUU,”.
Dalam kasus pinjaman online yang melibatkan PT Vega Data dan Barracuda Fintech ini, Polisi masih memburu 2 tersangka lain yang buron. Dikabarkan PT Vega Data dan Barracuda Fintech tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Nanti kalau semuanya (tersangka) sudah lengkap tentunya penyelidikan kita akan lebih utuh dari mana asal atau sumber dana yang mereka miliki,” ujar Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Budhi Herdi Susianto, Selasa (24/12/2019).(***)