Beritapojok – Dirjen Migas RI ketika melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI mengatakan bahwa BBM Pertamina mengandung etanol, Kamis (2/10).
Hal ini terungkap dalam video yang diupload akun sosial media Fb milik Idrus Bayu, tampak seseorang yang didepannya tertulis nametag Dirjen Migas sedang ditanyai oleh anggota DPR RI.
Dalam unggahan itu, ditulis caption “Alasan SPBU swasta gak mau beli dari pertamina”.
“Karena ada kandungan etanol di kargo pertama,” ujar Dirjen Migas RI tersebut.
Ketika ditanya apakah kandungan etanol ini berkaitan dengan kualitas, Dirjen Migas dengan spontan menjawab iya.
Mendapat jawaban itu, anggota DPR RI langsung merespon bahwa tentang kualitas BBM ini pasti publik akan ribut kembali.
“Ini ribut lagi pasti publik,” ujar pria yang diketahui Ketua Komisi XII DPR RI.
Selain itu, pihaknya juga menyayangkan pasokan BBM milik Pertamina yang dinilai tidak qualified sehingga SPBU swasta enggan membeli dari Pertamina.
Sebelumnya ramai publik menyorot kasus BBM yang oplosan, juga kualitas yang tidak sesuai dengan standar.
Akibatnya, banyak pengguna kendaraan yang mengeluhkan atas kerusakan yang diakibatkan oleh BBM yang tidak berkualitas baik.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Pertamina terkait kandungan etanol dalam BBM tersebut.
Apa itu Etanol?
Etanol, atau alkohol, adalah zat cair tak berwarna, mudah terbakar, dan mudah menguap.
Senyawa organik ini memiliki rumus kimia C2H5OH dan merupakan alkohol rantai tunggal yang paling sering digunakan.
Etanol memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya sebagai bahan bakar, pelarut, dan bahan baku minuman beralkohol.
Etanol dapat diproduksi melalui fermentasi gula dari bahan tanaman seperti jagung, tebu, kentang, ubi jalar, atau jerami.
BBM tercampur etanol tidak aman untuk kendaraan standar karena sifat korosif etanol yang dapat merusak komponen karet, plastik, dan logam, sehingga menyebabkan kerusakan mesin, kebocoran, dan penyumbatan sistem bahan bakar.
Penggunaan etanol dalam bensin harus sesuai dengan rekomendasi produsen kendaraan dan batas kandungan yang tertulis di buku manual kendaraan, umumnya tidak lebih dari 10% (E10) untuk kendaraan yang kompatibel. (red)








